Sejarah Pura Kahyangan Tiga
Sejarah Pura Khayangan Tiga di Bali - Bali yang terkenal dimata dunia dengan banyak sebutan salah satunya yaitu
Pulau Seribu Pura. Karena di Bali memang banyak terdapat pura. Seperti halnya
Pura Khayangan Tiga yang terdapat disetiap desa adat. Secara etimologi kata Kahyangan Tiga terdiri dari dua kata yaitu kahyangan
dan tiga. Kahyangan berasal dari kata hyang yang berarti suci mendapat awalan
ka dan akhiran an, an menunjukkan tempat dan tiga artinya tiga.
Arti selengkapnya adalah tiga buah tempat suci yang terdiri dari:
Pura Desa, tempat pemujaan Dewa Brahma dalam fungsinya sebagai pencipta alam
semesta, Pura Puseh, tempat pemujaan Dewa Wisnu dalam fungsinya sebagai pemelihara. Pura Dalem, tempat memuja Dewa Siwa dalam wujud Dewi Durga dengan fungsi
sebagai pemralina alam semesta.
Sejarah mengenai Pura Khayangan Tiga yang ada disetiap Desa Adat, masih
belum pasti karena sumber tertulis yang menyebutkan secara jelas belum ditemukan.
Akan tetapi ada yang menyebutkan bahwa adanya Pura Khayangan Tiga berawal
ketika pada masa sebelum pemerintahan raja suami-istri Udayana dan Gunapriya
Darmapatni tahun 989 -1011M di Bali berkembang yang mana pada saat itu banyak
aliran-aliran keagamaan seperti: Pasupata, Bairawa, Wesnawa, Boda, Brahmana,
Resi, Sora, Ganapatya dan Siwa Sidanta.
Adanya banyak aliran-aliran di Bali menimbulkan perbedaan kepercayaan di
masyarakat sehingga sering menimbulkan pertentangan dan perbedaan pendapat di
antara aliran yang satu dengan yang lainnya. Akibat adanya pertentangan ini
membawa pengaruh buruk terhadap jalannya roda pemerintahan kerajaan dan
mengganggu kehidupan masyarakat. Menyadari keadaan yang demikian itu maka raja Udayana menugaskan Empu
Kuturan untuk mengadakan pasamuhan (pertemuan) para tokoh- tokoh agama di Bali.
Pasamuhan para tokoh agama itu bertempat di Desa Bedahulu Kabupaten Gianyar.
Dari pertemuan itu menghasilkan sebuah keputusan yaitu diharuskan agar dalam
lingkungan masyarakat Desa dibangun Kahyangan Tiga, yang berfungsi sebagai
tempat suci untuk memuja Tri Murthi yaitu: Brahma, Wisnu dan Siwa yang
merupakan manifestasi Hyang Widhi Wasa .Dan berkat pendekatan, pemikiran dan
usaha yang dilakukan Mpu Kuturan tersebut, sekte-sekte dalam masyarakat Bali
itu berhasil lebur dan menyatu (manunggal).
Kahyangan Tiga yang merupakan unsur parhyangan dari Tri Hita Karana,
penempatannya pada desa adat diatur sebagai berikut:
Pura Desa biasanya dibangun di tengah-tengah pada salah satu sudut dari
Caturpata atau perempatan agung. Pada sudut yang lain terdapat bale wantilan
(bale desa) rumah pejabat desa, pasar dengan Pura Melanting. Pura Puseh dibangun pada bagian arah selatan dari desa yang mengarah ke pantai
karena itu Pura Puseh sering disebut Pura Segara di Bali Utara.
Pura Dalem dibangun mengarah ke arah barat daya dari desa karena arah barat
daya adalah arah mata angin yang dikuasai oleh Dewa Rudra yaitu aspek Siwa yang
berfungsi mempralina segala yang hidup. Kahyangan Tiga bisa dalam wujud tiga buah Pura, tetapi bisa juga dalam dua buah
Pura saja, di mana Pura Desa dan Puseh menyatu, biasanya disebut Pura
Puseh-Desa Bale Agung. Pura Dalem menyendiri karena letaknya di teben dekat
Sema atau Tunon (Kuburan).